Laman

Cerita keseharian

STORY ABOUT ME

Minggu, 09 April 2023

Kesungguhan Menghadapi Ramadha

  MOTIVASI

 Pemateri: Ust. Umar Hidayat M. Ag.

* Kesungguhan Menghadapi Ramadhan*



Bagaimana dengan kita??? 


Rasulullah hanya 9 kali mengalami Ramadhan. Kita sudah berapa kali mengalaminya??? 


Tapi, kenapa hasil ramadhannya tidak seperti para sahabat? 


Dari sisi usia mestinya lebih dong.


Bahwa Puasa ramadhan itu disyariatkan ketika pondasi kaum muslimin imannya sudah kuat. Rabithah imaniyahnya sudah aqwa. 


Sehingga begitu beban berat, syariat ramadhan itu dikenakan, Rasululah dan para sabahat siap menjalankan. 


Namanya beban itu tidak ada yang mau. 

Berat. 

Apa yang membuat orang selalu siap dibebani (ditaklifi, jalani syariat) karena cinta. Beban berat bisa dinikmati karena cinta.


Bahkan ramadhan pertama Rasulullah bersama sahabat ditempa dengan perang besar, yakni perang badar. Sungguh luar biasa beban beratnya. Momentum berat dan semakin berat. 


Sedang puasa ramadhan pertama, tidak siap perang, jumlahnya sedikit. Mungkin kalau tidak siap jika zaman sekarang mungkin bunuh diri. Tapi karena kaum muslimin telah disiapkan imannya oleh Rasulullah, maka mereka pasrah sepasrah-pasrahnya kepada Allah. Lalu keajaiban datang Allah menurunkan balatentara malaikat dari langit. Badar pun dimenangkan oleh kaum Muslimin binashrillah. 


Digambarkan betapa Rasulullah merasakan begitu beratnya, hingga memotivasi para sahabatnya menjelang prang Badar. Pada waktu perang Badar, Rasulullah shallallahu'aaihi wa sallam memberikan spirit kepada pasukan Muslimin untuk berperang, seraya berkata, 

"Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidak seorang pun yang ikut memerangi mereka hari ini, lalu dia terbunuh dalam keadaan bersabar dan mengharap pahala dari Allah, menyongsong (musuh) dan tidak mundur, melainkan Allah memasukkannya ke dalam surga."


Beliau berkata lagi: 

"Berangkatlah menuju surga yang luasnya seisi langit dan bumi."

Ketika itu berkatalah al-Humaim bin al-Hamam, _"Wah, Wah!"


Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bertanya, 

"Apa yang mendorongmu mengatakan wah, wah?"


Dia menjawab, 

"Demi Allah, tidak apa-apa wahai Rasulullah, selain aku berharap menjadi salah seorang penghuni surga tersebut."


Beliau berkata, 

"Benar, sesungguhnya engkau termasuk penghuninya."


Seketika dia langsung mengeluarkan kurma dari sisinya, lalu memakan sebagiannya kemudian berkata, _"Jika aku hidup hingga memakan kurma-kurma ini sampai habis, sungguh merupakan hidup yang panjang."_ 

Lantas dia membuang semua kurma-kurma tersebut, kemudian berperang hingga akhirnya gugur sebagai syahid. 

(HR Muslim) [Sumber; Ar-Rahiq al-Makhtum (id) oleh Syaikh Mubarakfuri, hal. 316-317.] 


Maka beban berat ini (kastratuluqubat) selain beralas cinta, mahabatullah, Rasulullah senantiasa memperkuat dirinya dengan qiyamul lail dan tilawah Al Quran.


Di akhir QS. 2: 185 ada kata ikmal atau kamal artinya sempurnakan ramadhan, bukan selesaikanlah ramadhan. Beda. 


Kuliah asal lulus itu namanya selesai. Bukan sempurna. Sempurna artinya lulus dengan nilai terbaik. Mumtaz. Sempurna. Cumlaude.


Bagaimana dengan kita???


Ibnu Jauziah mengilustrasikan ramadhan dengan begitu eloknya. Beliau menggambarkan keadaan orang yang berpuasa dengan baik, bahwa  ucapan dan perbuatannya harum seperti harumnya minyak wangi misk! 


Beliau bertutur, maka ucapan dan perbutannya tersebut seperti bau harum yang dicium oleh orang yang duduk menemani pembawa minyak wangi misk! 


Demikianlah orang yang menemani orang yang sedang berpuasa (dengan sebenar-benar puasa), niscaya akan mengambil manfaat dari pertemanannya tersebut, ia akan merasa aman dari ucapan batil, dusta, kefakiran dan kezhaliman.


Inilah sesungguhnya puasa yang disyariatkan, ia tidak sekedar menahan dari makan dan minum! (Shahih Al-Wabilish Shayyib, hal. 54).


Ibnu Qudamah rahima hullah dalam ringkasan kitab Ibnul Jauzi ra yang dinamakan Mukhtashar Minhajil Qashidin, pada hal. 44, beliau menjelaskan tentang tingkatan puasa, 


Dan puasa memiliki tiga tingkatan: 


1. Puasa Orang Umum. 

Ibnu Qudamah rahima hullah mengatakan, adapun puasa umum adalah menahan perut dan kemaluan dari menuruti selera syahwat (baca: menahan diri dari melakukan berbagai pembatal puasa, seperti makan,minum dan bersetubuh).


2. Puasa Orang Khusus (VIP). 

Ibnu Qudamah rahima hullah melanjutkan penjelasannya, Dan puasa khusus adalah menahan pandangan, lisan, kaki, pendengaran, penglihatan dan seluruh anggota tubuh dari dosa-dosa.


3. Puasa Super Khusus (VVIP). 

Dan adapun puasa super khusus adalah puasanya hati dari selera yang rendah dan pikiran yang menjauhkan hatinya dari  Allah Subhanahu wa Taala serta menahan hati dari berpaling kepada selain Allah Subhanahu wa Taala secara totalitas!


Di tingkat manakah kita berada???


Tentu kita akan memilih yang terbaik. Karenanya untuk meraihnya kita membutuhkan persiapan dan kesiapan. 


Nasihat Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhu: Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhu berkata, jika engkau berpuasa, maka puasakanlah pendengaranmu, penglihatanmu, dan lisanmu dari dusta dan maksiat. Tinggalkanlah menyakiti orang lain


Hendaklah engkau tenang dan tenang pada saat engkau berpuasa, dan janganlah engkau jadikan harimu saat tidak berpuasa sama dengan hari saat engkau berpuasa (Mushannaf Ibnu Syaibah  - 8973).


Penjelasan Syaikh Abdur Razzaq hafizhahullah: 


Ini adalah potret yang cemerlang dari bentuk-bentuk persiapan menyambut bulan Ramadhan, hal itu dikarenakan sesungguhnya puasa disyariatkan untuk melembutkan jiwa, mensucikan hati, merealisasikan takwa, menjauhi dosa serta memperbaiki hati, lisan dan anggota tubuh. 


Betapa indahnya ketika seseorang menjalani bulan yang diberkahi ini dengan sepenuh diri sebaik-baiknya untuk menjalani bulan ramadhan agar memperoleh kebaikan-kebaikan yang ada di dalamnya!


Kesungguhan dalam kesiapan dan persiapan akan mempengaruhi kita dalam menjalani puasa Ramadhan. Kesiapan menyangkut kesungguhan jiwa dan mental kita, dalam menghadapi dan menjalani puasa Ramadhan. 


Dan persiapan menyangkut kesungguhan kita dalam menyiapkan sarana dan prasarana yang mendukung kita bisa bersungguh-sungguh menjalani puasa Ramadhan. Dan dengan demikian insya Allah akan meraih puncak ketaqwaan.


Sangat tepat bila kaidah man jadda wajada (siapa yang sungguh-sungguh pasti dapat) menjadi dasar pijakan dalam menunaikan tugas suci, puasa ini. 


Dipersembahkan:

www.iman-islam.com

Sebarkan! Raih pahala...

Tidak ada komentar: